Industri baja |
JAKARTA - Indonesia
termasuk 14 besar atau 0,04% kontributor negara gas rumah kaca, maka
Kementerian Perindustrian mendorong delapan industri utama untuk
menerapakan teknologi pembakar regeneratif mampu menghemat emisi mesin
produksi baja.
Sesuai dengan kesepakatan COPE 21 yang
dilaksanakan di Paris akhir tahun lalu, setiap negara harus mematuhi
ambang batas kenaikan suhu bumi yang tidak boleh lebih dari 2 derajat
celcius, sehingga paling tidak tiap negara mampu menurunkan suhu 1,5
derajat celcius.
Pemerintah Indonesia turut berkomitmen pada
untuk menurunkan Gas Rumah Kaca sebesar 26% dan 41% melalui bantuan
internasional. Komitmen ini tertuang dalam Peraturan Presiden No. 61
tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
(RAN-GRK).
"Secara internasional, industri kita tidak boleh
melebihi emisi sebesar 23 giga ton CO2 ekuivalen. Namun, bayangkan ada
700 perusahaan yang secara agregat menyumbang emisi 114,41 mega ton,"
kata Haris Munandar, kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Kementerian Perindustrian saat acara workshop Pemanfaatan Teknologi
Efisien di Sektor Industri Baja Nasional pada Senin (15/2/2016).
Salah
satu teknologi yang dikembangkan saat ini adalah Regenerative Burner
Combustion System (RBCS) yang merupakan teknologi pembakaran
berkonduktivitas baik atau cepat menerima dan menghantarkan panas
sehingga energi yang digunakan lebih efisien.
Teknologi ini
dikembangkan melalui kerjasama pemerintah Indonesia dengan New Energy
and Industrial Technology Development Organization (NEDO) asal Jepang.
Sebenarnya, teknologi ini telah diaplikasikan oleh PT Gunung Garuda yang
bergerak di industri baja pada 2006.
Ia memaparkan bahwa
teknologi ini penting diterapkan khususnya bagi delapan industri a.l.
semen, pupuk, petrokimia, besi dan baja, pulp dan kertas, tekstil,
keramik, minyak goreng, dan gula.
Source : Bisnis.com
0 komentar:
Post a Comment